JAKARTA - Pemerintah tengah mendorong transisi energi dengan memperbanyak bauran energi baru terbarukan (EBT). Adapun target EBT mencapai 23% pada 2025.
Hanya saja dalam mengejar target EBT, pemerintah diminta memprioritaskan kepentingan nasional dalam menjalankan strategi transisi energi. Maksudnya jangan sampai memberikan tekanan pada keuangan negara.
Baca Juga: Transisi Energi Butuh Rp81,5 Triliun, Sri Mulyani Minta Tolong Swasta
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra El Talattov menyatakan, transisi ke energi bersih memang perlu didukung karena sudah menjadi komitmen global. Tapi pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mempertimbangkan kondisi pasokan listrik yang sedang berlebih.
"Kita semua pasti memiliki dukungan ke arah transisi energi, Tapi kita juga harus objektif melihat secara utuh, seperti apa kondisi faktual, dalam konteks dinamika energi di Indonesia," ujarnya, Jumat (1/10/2021).
Saat ini daya mampu listrik PLN mencapai 57 gigawatt (GW), dengan beban puncak 39 GW, sehingga ada cadangan berlebih hingga 18 GW.
Baca Juga: Transisi Energi Percepat Pemanfaatan EBT
Kapasitas listrik akan semakin bertambah seiring dengan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam proyek 35.000 megawatt.
"Ini kemudian jadi pertanyaan, dari sisi EBT dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) ketika EBT baru jadi sekitar 52% dari awalnya 31%. Nah kalau EBT mau di-push, bagaimana dari fosil?" jelasnya.
Follow Berita Okezone di Google News