JAKARTA - Pemerintah melakukan percepatan transisi energi, dari energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) yang bebas emisi karbon.
Rancangan Undang Undang (RUU) Minyak dan Gas Bumi (Migas) menjadi elemen penting untuk mendukung terwujudnya transisi energi sekaligus menjaga ketahanan energi nasional.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, jika berbicara soal transisi energi, ada dua aturan yang menjadi landasan hukum. Keduanya adalah UU Migas dan UU Energi Baru Terbarukan (EBT) yang hingga kini belum kunjung diselesaikan.
“Sayangnya sudah menjadi kebiasaan di kita sepertinya, kita ramai-ramai di ujungnya atau permukaan saja tapi fundamental gak kesentuh. Padahal kalau pemerintah komitmen harusnya ada payung hukum dari awal, jangan nunggu sampai ada pro-kontra setelah semua sudah jalan baru menjadi concern,” kata Komaidi dalam keterangannya, Selasa (22/11/2022).
BACA JUGA:Transisi Energi, Gas Bumi Bisa Jadi Jembatan dari Fosil ke EBT
Khusus untuk RUU Migas, Komaidi menambahkan beleid tersebut fundamental untuk investasi dan target lifting, sehingga perlu segera diselesaikan. Dia mencatat, proses UU Migas ini mulai dibahas dari 2008 dan sudah beberapa kali dibatalkan atau mengalami proses judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kenapa ya selama 14 tahun ini enggak selesai-selesai? Padahal kalau bicara migas sebagai komoditas strategis harusnya justru menjadi kesadaran bersama untuk segera diselesaikan RUU-nya karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak, seharusnya demikian sudut pandangnya,” katanya.
Sementara itu, analis energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna mengatakan selama periode transisi, migas memiliki peran penting untuk menjaga ketahanan energi Indonesia. Oleh karena itu, penting melihat keseriusan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi situasi ini.
“Barometernya dari RUU Migas, jika ragu-ragu menentukan ini bisa jadi transisi migas ini juga ikut berdampak. RUU Migas akan menjadi barometer seberapa serius Indonesia dalam menyikapi periode transisi tersebut,” katanya.
Dia menambahkan, RUU Migas menjadi hal mendasar yang harus dituntaskan pemerintah untuk memberikan kepastian hukum di sektor migas. Terlebih, saat ini Pemerintah Indonesia memiliki target produksi 1 juta barel minyak per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (bscfd) pada 2030.
Follow Berita Okezone di Google News