JAKARTA – Anggaran Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan biaya (cost overrun). PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mencatat pembengkakan mencapai USD3,8 miliar (Rp54 triliun) hingga USD4,9 miliar (Rp69 triliun).
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI, Salusra Wijaya menyebut, dalam hitungan awal PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), anggaran awal KCJB memcapai USD6,07 miliar. Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC.
Baca Juga: Ambisi China Bangun Proyek Kereta Cepat di Asia Tenggara
Estimasi tersebut disusun sejak November 2020 lalu. Namun begitu, sejak dilakukan kajian dengan bantuan konsultan, perhitungannya justru melebar hingga di angka USD8,6 miliar.
"Dari awal 6,07 miliar dolar AS biaya awalnya, 4,8 miliar dolar AS untuk EPC dan 1,3 miliar dolar non EPC, itu perkiraan awal, namun berkembang menjadi 8,6 dolar AS waktu dibuat estimasi November tahun 2020. setelah dilakukan kajian dengan bantuan konsultan," ujar Salusra saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Rabu (1/9/2021).
Baca Juga: Kereta Tercepat di Dunia Buatan China Bisa Tempuh 1.000 Km dalam 2 Jam
Manajemen KAI mencatat, perubahan angka terjadi setelah adanya perubahan biaya, harga, hingga penundaan proyek karena perkara pembebasan lahan.
Karena itu, perkiraan konsorsium Indonesia atau PSBI bahwa anggaran KCJB berada di dalam skenario low and high. low mencapai 9,9 miliar dolar AS dan high 11 miliar dolar AS. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar 3,8-4,9 miliar dolar AS.
Saat ini, PSBI terus melakukan langkah-langkah efisiensi baik berupa pemangkasan biaya, efisiensi pengelolaan TPOD, hingga pengelolaan stasiun untuk menekan pembengkakan biaya. Dalam laporannya, estimasi biaya proyek bisa ditekan menjadi 8 miliar dolar AS.
Follow Berita Okezone di Google News