Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Kisah Alex Kawilarang, Perintis Kopassus yang Kerap Dibui dan Disiksa

Awaludin, Jurnalis · Selasa 13 Juni 2023 12:01 WIB
https: img.okezone.com content 2023 06 13 620 2829908 kisah-alex-kawilarang-perintis-kopassus-yang-kerap-dibui-dan-disiksa-fDjiawZV8i.jpg Perintis Kopassus, Alex Kawilarang (foto: dok ist)
A A A

JAKARTA - Kolonel Inf. Alexander Evert Kawilarang, seorang perwira Tentara Nasional Indonesia masa Revolusi Nasional Indonesia dan mantan anggota Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL). Ia juga adalah pendiri Kesko TT yang kemudian menjadi Kopassus

Kisah Alexander Evert Kawilarang penuh dengan derita selama hidupnya di dunia militer. Usai pendidikan dasar dan menengah, Kawilarang meniti karier kemiliteran di dua tempat. Yakni, pendidikan CORO (Corps Opleiding Reserve Officieren) atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan, serta KMA (Koninklijke Militaire Academie) alias Akademi Militer Kerajaan Belanda di Jatinegara.

Ia pun mengikuti jejak ayahnya, AHH Kawilarang yang merupakan pensiunan perwira Koninklijke Nederlands Indisch Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) berpangkat mayor.

Tidak lama menempuh pendidikan di KMA, Kawilarang harus ikut mobilisasi menghadapi invasi Jepang pada 1942. Saat Belanda menyerah di Kalijati, semua prajurit KNIL dijebloskan ke tahanan, termasuk Kawilarang.

Kawilarang dimasukkan ke kamp interniran Depot Bandung (kini Gedung Rindam III Siliwangi di Jalan Manado). Sehari sebelum para tahanan akan digunduli Jepang, Kawilarang merencanakan kabur dari penjara.

Kawilarang bergegas kabur karena jika digunduli, akan lebih sulit kabur karena akan lebih mudah diketahui meski sudah berada di luar kamp interniran.

Pada malam hari, hujan deras mengiringi pelarian Kawilarang dari penjara bersama enam rekannya pada 20 April 1942. Mereka harus melewati selokan yang bau airnya bisa bikin muntah.

Follow Berita Okezone di Google News

Kawilarang lebih dulu pulang ke rumahnya menemui ayah dan ibunya, Nelly Betsy Mogot sebelum memutuskan keluar Pulau Jawa. Sang ibu bukannya senang malah kaget bukan kepalang ketika mendapati putra bungsunya di ambang pintu dengan keadaan compang-camping.

“Apa-apaan ini?,” cetus Nelly Mogot yang kaget melihat putranya, sebagaimana dikutip dari buku ‘Kolonel AE Kawilarang: Panglima Pejuang & Perintis Kopassus’ karya Hikmat Israr terbitan 2010.

Usai Kawilarang bersih-bersih dan berganti pakaian, sang ibu yang cemas akan nyawa anaknya justru menyuruhnya kembali ke kamp tahanan Jepang.

“Kamu bisa ditembak mati kalau tertangkap lagi. Ayo, kembali saja ke sana,” kata sang ibu.

Lain hal dengan sang ayah yang sudah lebih paham akan maksud putranya untuk kabur dari Bandung. Ia meminta putranya untuk tetap kabur.

Usai mendengarkan rencana Kawilarang untuk lebih dulu ke Lengkong menemui seorang famili dan kemudian ke Jakarta, sang ayah menyetujui.

“Selamat, selamat! Kalau ada jalan, beri tahu kami, di mana kamu berada. Selamat!,” kata sang ayah yang kemudian memeluk Kawilarang sebelum putranya pergi lagi.

“Selamat tinggal Mam, Ayah. Doakan Alex!,” cetus Kawilarang yang kala itu tidak tahu bahwa kalimat tersebut jadi kata-kata terakhirnya untuk sang ayah yang meninggal beberapa waktu kemudian.

Dalam pelariannya, Kawilarang sempat jadi buruh perkebunan di Serpong pada Medio Februari 1943. Kemudian, pindah lagi ke Plaju, Sumatera Selatan untuk bekerja di pabrik minyak.

Tiga bulan di Plaju, Kawilarang resign dan sempat nganggur setelah tidak betah bekerja sebagai penerjemah Bahasa Inggris. Ia kemudian bekerja lagi di pabrik karet di Tanjung Karang, Lampung.

Saat bekerja di Lampung Kawilarang terjaring razia Kempeitai, Kepolisian Rahasia Jepang yang dikenal bengis.

Kempeitai rutin menggelar razia untuk mencari orang-orang pribumi asal Manado dan Ambon. Jepang menganggap, orang-orang Manado dan Ambon adalah “anak emas” Belanda dan pasti bekas tentara KNIL.

November 1943 ketika tengah istirahat, Kawilarang diciduk dan sempat sehari didiamkan di sebuah sel sempit yang pengap dan bau. Tapi siksaan semacam itu belum seberapa dibanding yang akan dialaminya kemudian.

Kawilarang dicecar banyak pertanyaan dan diintimidasi untuk mengaku sebagai mantan tentara Belanda. Kawilarang tidak mengaku dan berbohong, bahwa dia merupakan mahasiswa Technische Hoge School (THS) atau kini Institut Teknologi Bandung (ITB).

Interogator Kempeitai yang tak percaya kemudian melancarkan aksi penyiksaan yang tak terperikan. Tubuhnya disundut rokok, disabet dengan ikat pinggang, hingga digantung dengan posisi tangan terikat di belakang.

Kawilarang sempat terbesit berkeinginan dalam hati untuk mati saja, sampai akhirnya dia teringat pesan ibunya untuk selalu berdoa. Ia sempat ditinggalkan dengan posisi tergantung dengan tangan terikat di belakang. Tapi mentalnya juga turut tersiksa mendengar jeritan tawanan lain di kamar sebelah.

Siksaan Kawilarang pada hari nahas itu hanya sampai situ. Setelah ikatannya dilepas, tubuh Kawilarang langsung roboh tak berdaya. Setelah diperintahkan berdiri, Kawilarang “dipersilakan” keluar dari kamp tahanan.

Sebelum kembali bekerja di pabrik karet, dia sempat berobat lebih dulu. Para pegawai lain yang melihat bekas-bekas lukanya, seolah sudah maklum.

Sialnya pada Juni 1944, Kawilarang kembali terjaring razia yang kali ini dilakukan Keimubu (Polisi Jepang). Siksaan yang pernah dilakukan Kempeitai sebelumnya, dirasakan Kawilarang lagi.

Mulutnya dipaksa dijejali air 20 ember yang kemudian, tubuhnya diinjak-injak. Penyiksaan “waterproof” ini dilakukan berulang-ulang kali.

Seolah tidak puas, pemukulan juga dialami, sekaligus perutnya ditusuk-tusuk garpu. Luka di perut ini tak pernah hilang hingga akhir hayatnya.

Kawilarang akhirnya dilepas lagi setelah ditahan 40 hari dan menjalani 17 kali penyiksaan. Kabar Jepang akan kembali melakukan razia terdengar Kawilarang, namun ia beruntung karena Jepang keburu menyerah pada sekutu pada 15 Agustus 1945.

Berita Proklamasi 17 Agustus 1945 juga didengarnya via radio sehari setelahnya. Sejak saat itu, Kawilarang pilih mengabdikan dirinya pada republik yang baru lahir – tidak kembali jadi perwira KNIL.

Perjuangan Kawilarang bersama anak-anak (pasukan) Siliwangi di masa revolusi fisik 1945-1949 menorehkan sejarah. Hingga kemudian menjadi perintis Komando Pasukan Khusus (Kopassus), satuan elite TNI AD.

1
5
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini