RUU Kesehatan, kata John, mempunyai semangat menggenjot jumlah SDM kesehatan, terutama dokter spesialis.
Draf regulasi itu akan menyederhanakan proses pendidikan dokter spesialis yang selama ini berlaku, dari jenjang sarjana kedokteran, co-ass selama dua tahun, hingga internship.
Calon dokter spesialis juga diwajibkan mengantongi rekomendasi dari pemerintah daerah setempat dan organisasi profesi. Selanjutnya, mereka juga wajib mengantongi surat tanda register (STR) dan surat izin praktik.
Persoalannya, upaya penyederhanaan ini memicu polemik, karena dianggap mengabaikan organisasi profesi dan bersifat sentralistik di tangan kementerian.
"Saya menilai perbedaan pendapat ini bisa diselesaikan oleh para pemangku kepentingan dan kebijakan, karena semangatnya sama yakni peningkatan kualitas dan pemerataan layanan kesehatan," imbuhnya.
Lebih jauh, ia mengatakan secara fundamental ketersediaan SDM kesehatan terutama para tenaga spesialis berkaitan erat peran sisi hulu pendidikan. Indonesia memiliki 92 fakultas kedokteran dan hanya 20 di antaranya dilengkapi program spesialis.
Pro dan kontra lainnya terkait RUU Kesehatan adalah regulasi mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang mencakup peranan dan kewenangan BPJS Kesehatan.
Menurut dia, selain mempertimbangkan dan melibatkan seluruh pihak terkait, baiknya juga mengundang pengusaha karena terkait hak dan kewajiban pemberi serta penerima kerja.
"Hampir seluruh pihak menginginkan sistem jaminan sosial yang bisa diandalkan dan berkualitas, ada baiknya juga dilibatkan," katanya.
Follow Berita Okezone di Google News
(dni)