Sementara itu, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI, yang merupakan hasil merger BUS di bank BUMN menguasai 60% pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia. Disusul oleh Bank Muamalat sebesar 13%, Bank Aceh Syariah sebesar 7%, Bank BTPN Syariah sebesar 4%, Panin Syariah sebesar 3%, dan tujuh BUS lainnya menguasai 13% pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia.
Masih dari data OJK, kinerja perbankan syariah di Indonesia terus meningkat. Per Agustus 2022, aset perbankan syariah Indonesia tumbuh 17,91% yoy ke posisi Rp 744,68 triliun, dana pihak ketiga naik 18,08% yoy menjadi Rp 591,97 triliun. Jumlah rekening nasabah telah mencapai 49,12 juta rekening atau bertambah 1,54 juta rekening dari Juli 2022.
Di sisi lain, Nadratuzzaman Hosen mengatakan, kewajiban spin off UUS diatur dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mengharuskan UUS milik Bank Umum Konvensional (BUK) wajib melakukan pemisahan menjadi Bank Umum Syariah, selambat-lambatnya tahun 2023 atau 15 tahun sejak berlakunya Undang-Undang Perbankan Syariah.
"Spin off UUS sulit dihindari karena sudah diamanatkan di pasal 68 UU Perbankan Syariah dan baik dampaknya bagi perekonomian," jelas Nadratuzzaman Hosen.
Namun, realisasinya masih terkendala kecukupan modal sehingga walaupun syarat spin off terpenuhi, jika tanpa suntikan modal, Bank Umum Syariah (BUS) tidak akan mampu membangun kantor dan infrastruktur lain. Terlebih, lembaga keuangan adalah bisnis padat modal.
"Spin off ini sebenarnya sudah lama diberikan waktu dan disosialisasikan oleh pemerintah agar perusahaan induk memberikan modal cukup, tetapi induknya tidak memberikan modal juga. Jadi, kondisinya tetap UUS terus," lanjut Nadratuzzaman Hosen.
Follow Berita Okezone di Google News
(kmj)