BOGOR - Akademisi IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), David Situmorang, menjelaskan penurunan muka tanah (land subsidence) yang terjadi di Jakarta merupakan dampak dari tingginya pemanfaatan air tanah di Provinsi DKI Jakarta.
“Land subsidence yang terjadi memberikan dampak pada kerusakan infrakstruktur jalan di beberapa wilayah di DKI Jakarta,” kata David.
Hal tersebut disampaikan David dalam EGU General Assembly 2021 yang diselenggarakan online pada 19-30 April 2021.
David menyampaikan hasil penelitian berjudul “Land Subsidence Detection in Jakarta Province Using Sentinel-1A Satellite Imagery.”
EGU yang merupakan the European Sciences Union didirikan pada September 2002 sebagai penggabungan European Geophysical Society (EGS) dan European Union of Geosciences (EUG) yang memiliki kantor pusat di Munich, Jerman.
Dalam kesempatanya itu, David menjelaskan mengenai permasalahan yang sedang dihadapi oleh ibu kota Indonesia, DKI Jakarta beberapa tahun terakhir.
Salah satu permasalahan yang terjadi yaitu penurunan muka tanah (Land subsidence).
"Penyebab terjadinya land subsidence dapat dikategorikan menjadi dua yaitu penyebab alami dan penyebab non-alami," ungkapnya.
Penyebab alami merupakan faktor penyebab terjadinya land subsidence yang terjadi secara natural seperti pergerakan lempeng bumi.
"Sedangkan, penyebab non alami mencakup akibat aktivitas manusia, seperti pembangunan yang dilakukan secara masif," ungkapnya.
Dari hasil penelitiannya, David menyimpulkan bahwa dari tahun 2019 hingga 2020, Jakarta Utara menjadi wilayah yang mengalami land subsidence tertinggi hingga -4.9 centimeter per tahun.
"Sedangkan Jakarta Timur menjadi wilayah yang mengalami land subsidence terendah dengan rata-rata sebesar -2.5 centi meter per tahun," jelasnya.
Follow Berita Okezone di Google News
(kha)