Khusus di ketenagakerjaan, lanjut dia, ada beberapa aspek yang selama ini dianggap menjadi biaya bagi industri, perusahaan, dan investor juga diatur ulang.
Misalnya, soal pesangon tenaga kerja yang pengalinya diturunkan. Namun, aturan tersebut akan berlaku bagi pekerja yang sudah lama bekerja.
Selama itu, industri selalu mengeluhkan tingginya membayar pesangon pekerja lama apabila ingin meregenerasi dengan pekerja baru dan muda. Ke depannya, ada ruang untuk meningkatkan proteksi atau perlindungan ke pekerja tidak hanya menjadi ranah pemerintah ataupun ranah industri lewat Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
“Saya sulit merekrut karena pertama mahal, upah minimum dan tunjangan-tunjangan yang lain, plus ada pekerja-pekerja yang tidak produktif tapi kalau saya berhentikan saya harus mengasih pesangon yang cukup besar. Itu sangat memberatkan industri,” terangnya.
Dia juga menyoroti pasal-pasal UU Cipta Kerja yang jarang dibahas. Dia mencontohkan dalam UU tenaga kerja lama tidak disebutkan tentang kontrak bagi pekerja outsourcing.
"Kalau di UU yang sekarang, pekerja outsourcing harus memiliki kontrak dan dinyatakan jelas apakah PKWT atau PKWTT. Jadi semangat perlindungan ke pekerja khususnya tenaga outsourcing menjadi perhatian di UU Cipta kerja," kata dia.
Saat ini, yang perlu dipastikan dalam UU Cipta Kerja ada 2 hal, pertama dari sisi legal atau prosedur hukumnya, yaitu peraturan pemerintah yang mendukung UU tersebut. Kedua, dari sisi pekerjanya perlu disiapkan dan dipastikan bahwa tenaga kerjanya mendapatkan asupan skill, disediakan ruang-ruang tempat pendidikan, pelatihan, dan akses untuk meningkatkan keterampilan agar mampu diserap oleh industri.
“Lewat UU Cipta Kerja, Industri akan menyerap tenaga kerja lebih banyak. tapi tenaga kerjanya tidak serta merta, tapi tenaga kerjanya harus siap memastikan bahwa tenaga kerja kita terlatih, bisa dilatih, mau dilatih, punya tepat pelatihan dan dilatih dengan baik untuk masuk ke pasar kerja atau industri kerja,” pungkasnya.
Follow Berita Okezone di Google News
(dni)