Selain itu, dalam praktiknya peralatan Peusijuk juga memiliki makna tersendiri seperti tiga macam daun yang digunakan seperti oen sieneujuk (daun sineujuek) yang mempunyai sifat dingin, oen manek manoe yang bermakna kemakmuran dan naleung (rumput) sambo yang bermakna kekuatan iman yang tidak tergoyahkan oleh suasana apapun.
“Selain tiga daun tersebut peralatan yang digunakan selanjutnya ialah bu leukat (ketan) oe mirah memiliki sifat yang lengket artinya sebagai perekat bagi orang yang di- peusijuk nya dalam ikatan kekeluargaan, kemudian Beras dan Padi adalah tanda kemakmuran serta dapat mengikuti sifat padi yang semakin berisi semakin merunduk, lalu ada Tepung Tawar dan Air yang bersifat menebarkan aroma yang harum,” jelas Samad.
Lukman, anggota Bidang Benda Pusaka/Khazanah Adat MAA Banda Aceh lainnya, menambahkan bahwa peusijuk ini biasanya dilakukan saat pernikahan, naik haji, pergi menuntut ilmu, memperoleh kenikmatan seperti naik pangkat, masuk rumah baru dan membeli kendaraan baru.
“Yang Peusijuk itu bukan sembarang orang artinya orang tersebut harus paham adat dan paham agama, karena jangan sampai hatinya atau niatnya melenceng nanti kalau melenceng itulah tempat masuknya setan,” kata Lukman.
Lukman berharap, agar masyarakat di Banda Aceh terus membudayakan dan memahami masalah Peusijuk ini, karena menurutnya Peusijuk ini adalah adat yang diambil berkahnya dari doa-doa saat dilakukan Peusijuk tersebut.
“MAA juga tidak pernah berhenti melakukan sosialisasi dan memberi pengarahan tentang Peusijuk ini , sebelumnya kita dari Majelis Adat Aceh Kota Banda Aceh sudah memberikan seperangkat alat peusijuk ini kepada 90 gampong (desa) yang ada di Kota Banda Aceh,” ujarnya.
Follow Berita Okezone di Google News
(sal)