Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Tanda-Tanda Indonesia Resesi Kian Nyata

Fadel Prayoga, Jurnalis · Selasa 01 September 2020 13:05 WIB
https: img.okezone.com content 2020 09 01 620 2270767 tanda-tanda-indonesia-resesi-kian-nyata-5N78dyrAwt.jpg Resesi Ekonomi (Foto: Shutterstock)
A A A

JAKARTA - Pemerintah pesimis perekonomian Indonesia bisa kembali positif pada kuartal III-2020. Diprediksi ekonomi Tanah Air akan tercebur ke jurang resesi dengan kontraksi minus 2%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, ekonomi Indonesia masih menghadapi tekanan pasar pada kuartal III. Sehingga, untuk terhindar dari jeratan resesi diprediksi akan sulit.

"Kuartal III outlook-nya antara 0% hingga negatif 2%," kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Jokowi: Kalau Ekonomi Kuartal III Minus, Kita Masuk Resesi 

Bendahara negara itu menilai, pandemi masih menjadi faktor utama yang menentukan kegiatan dan pemulihan ekonomi. Bahkan, beberapa negara pun masih belum terlepas dari krisis akibat jumlah kasus baru Covid-19 terus meningkat.

"Pemulihan ekonomi kita sangat rapuh," ujarnya.

4 Indikator Negara Akan Alami Resesi

 

Bila pemerintah tak cepat mengatasi ancaman gejolak ekonomi itu, kemungkinan besar krisis itu akan berlangsung lama. Oleh sebab itu, mereka harus segera bertindak membaca sejumlah indikator negara akan mengalami resesi.

Dilansir dari buku Mewaspadai Terulangnya Krisis Ekonomi 1998 & Upaya Pencegahannya karya Eri Hariyanto, Jakarta, Selasa (1/9/2020) ada 4 tanda-tanda negara akan mengalami resesi. Berikut indikatornya :

1. Ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi

Keseimbangan di antara kedua jelas menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Ketika terjadi produksi dan konsumsi yang tidak seimbang, akan terjadi masalah dalam siklus ekonomi.

Baca Juga: BPS Catat Agustus Alami Deflasi 0,05% 

2. Perlambatan pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dalam skala global digunakan sebagai ukuran untuk menentukan baik buruknya kondisi ekonomi suatu negara. Jika pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan secara signifikan, artinya negara tersebut dalam kondisi ekonomi yang kuat.

3. Terjadi inflasi atau deflasi yang tinggi

Inflasi di satu sisinya memang diperlukan untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Namun, inflasi terlalu tinggi justru mempersulit kondisi ekonomi, karena harga komoditas melonjak sehingga tak bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat.

Tak hanya inflasi, ada pula deflasi. Harga komoditas yang menurun drastis biasanya mempengaruhi tingkat pendapatan dan laba perusahaan yang rendah. Akibatnya, biaya produksi tidak tertutup sehingga volume produksi rendah.

4. Tingkat pengangguran tinggi

Tenaga kerja menjadi salah satu faktor produksi yang memiliki peranan pentinng dalam perekonomian. Jika suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal, maka tingkat pengangguran di negara tersebut jelas akan tinggi.

Risikonya, daya beli rendah bahkan memicu tindak kriminal guna memenuhi kebutuhan hidup. Penting bagi setiap negara untuk memantau laju pertumbuhan ekonomi perkuartal, agar dapat segera mengambil kebijakan ekonomi yang mampu mengantisipasi bahkan mengatasi jika ditemukan adanya masalah.

 

Follow Berita Okezone di Google News

Dunia Usaha Pasrah

 

Ekonomi Indonesia masih lambat jelang berakhirnya kuartal III-2020. Melihat respon pelaku pasar yang masih takut untuk berbelanja dan berinvestasi, menjadi geliat aktivitas usaha bergerak stagnan.

Menurut Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, bila dibandingkan kuartal II yang terkontraksi 5,32%, kuartal-III ada peluang perbaikan. Tapi untuk terhindar dalam jurang resesi itu sulit.

"Saat ini kelihatannya sulit untuk menghindari resesi karena di kuartal-III secara realistis ekonomi akan tetap tumbuh negatif. Walaupun akan ada perbaikan yang cukup signifikan dari kuartal-II," kata Shinta.

1
2
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini