JAKARTA - Potensi energi panas bumi Indonesia menduduki posisi 2 terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS), yakni sebesar 23 Gigawatt (GW) atau sekitar 23.000 megawatt (mw). Namun, hingga saat ini, dari potensi tersebut baru termanfaatkan sebesar 2,1 mw.
Senior Advisor INAGA dan API Abadi Poernomo mengatakan, investor panas bumi terkendala dengan sektor panas bumi yang highly regulated, tapi regulasinya masih tidak konsisten.
"Regulasinya tidak sustain, khususnya perizinan. Ganti pejabat ya ganti regulasi, maka tidak sustain pelaksanaannya," ungkap Abadi dalam Market Review IDX Channel Live di Jakarta, Selasa (11/8/2020).
Baca Juga: Investasi Panas Bumi Sangat Mahal, Tingkat Kesuksesan Tidak Tinggi
Karena kendala tersebut, proyek panas bumi yang berkembang hanyalah proyek on site. Sementara itu, di lapangan, sudah banyak kontraktor yang core businessnya fosil mulai tertarik untuk masuk ke energi panas bumi.
"Pengembangan panas bumi butuh waktu 6-7 tahun, begitu regulasi tidak sustain, tentu proyeknya akan mundur. Ini artinya, program-program panas bumi yang targetnya 2025 dengan effort yang luar biasa dari Kementerian ESDM melalui Dirjen EBTKE, tidak akan terealisasi pada 2025, akan tergeser," jelas Abadi.
Baca Juga: 16,8% Listrik Indonesia Dihasilkan dari Panas Bumi pada 2025
Dia mengatakan, seandainya pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) tentang panas bumi terbit tahun ini, maka sampai dua tahun kedepan, belum ada kegiatan apa-apa.
"Ini kan masih menyiapkan regulasi, baru 2022 mereka bisa clear up untuk menjalankan proyek. Untuk itu, butuh regulasi yang sustain, sehingga siapa saja bisa masuk. Risiko investasi proyek panas bumi tinggi, jadi tentunya butuh effort, dukungan regulasi, infrastruktur, dan kubu-kubu yang cukup baik sehingga investor tertarik masuk," pungkas Abadi.
Follow Berita Okezone di Google News
(dni)