Masyarakat dihebohkan dengan pernyataan seorang pakar politik ekonomi Dr. Ichsanuddin Noorsy di Youtube Channel Helmy Yahya. Dalam keterangannya, dia enggan ‘ditembak’ thermo gun di kepala karena khawatir akan bahaya di masa depan.
Karena itu, dia mengaku lebih memilih ‘ditembak’ dengan thermo gun di punggung tangannya. Ia cukup yakin kalau radiasi dari thermo gun bisa memberi dampak pada otaknya.
Pernyataan tersebut langsung menuai polemik dan membuat masyarakat bertanya-tanya, apakah benar radiasi yang dipancarkan thermo gun bisa memberi dampak buruk pada otak manusia?
4 Pakar Kesehatan dari Departemen Fisika Kedokteran / Klaster Medical Technology IMERI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) coba menerangkan dengan lengkap isu ini. Mereka adalah Prasandhya Astagiri Yusuf, S.Si, M.T., Ph.D, dr. Anindya Pradipta Susanto, B.Eng, MM, ir. Muhammad Hanif Nadhif, S.T., dan Muhammad Satrio Utomo, M.Sc.
Melalui laporan yang diterima Okezone, diketahui bahwa thermo gun merupakan salah satu jenis termometer inframerah untuk mengukur temperatur tubuh yang umumnya di arahkan ke dahi. Alat ini menjadi andalan utama sebagai alat skrining Covid-19 dengan gejala demam.
Keberadaan alat ini tersedia hampir di setiap pintu masuk tempat umum dan perkantoran. Pengunjung atau pegawai dengan temperatur di atas 37,5℃ dilarang masuk dan diminta untuk memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan.
Baca Juga : Cek Fakta, Benarkah Radiasi Thermo Gun Berbahaya?
Namun, beberapa hari ini masyarakat diresahkan dengan viralnya video di media sosial yang menyatakan bahwa alat ini berbahaya karena dianggap menggunakan laser dan merusak otak.
Apakah benar demikian? Bagaimana cara kerja termometer inframerah?
Berbeda dengan termometer raksa atau termometer digital yang menggunakan prinsip rambatan panas secara konduksi, termometer ini menggunakan prinsip rambatan panas melalui radiasi.
Kisaran suhu tubuh manusia normal (36 - 37,5℃) berada di dalam pancaran spektrum inframerah jika dilihat dari jangkauan radiasi elektromagnetik. Energi radiasi dari permukaan tubuh ditangkap dan kemudian diubah menjadi energi listrik dan ditampilkan dalam angka digital temperatur derajat celcius pada thermo gun.
Prinsip teknologi serupa juga digunakan di kamera termal untuk skrining temperatur di bandara serta thermal goggles di militer untuk mendeteksi keberadaan seseorang di malam hari yang gelap.
Termometer inframerah yang tersedia di pasaran umumnya untuk mendeteksi temperatur gendang telinga (termometer telinga) atau temperatur dahi (termometer dahi). Termometer dahi lebih cocok untuk skrining gejala demam Covid-19 karena hanya perlu “ditembak” ke arah dahi tanpa perlu kontak atau bersentuhan langsung dengan kulit.
Termometer ini mendeteksi temperatur arteri temporal pada dahi untuk mengestimasi suhu tubuh seseorang. Hal yang perlu diperhatikan adalah akurasi pengukuran temperatur bergantung pada jarak dan sudut alat thermo gun terhadap objek yang diukur. Maka dari itu, jangan heran jika hasil pengukuran bisa berubah-ubah.
Satu parameter penting yang menentukan tingkat akurasi pengukuran thermo gun adalah perbandingan jarak dengan luas titik pengukuran. Biasanya angka perbandingan ini adalah 12:1. Dengan kata lain, untuk mengukur suatu titik dengan luas 1 cm persegi, jarak pengukuran ideal adalah 12 cm.
“Di sinilah sebenarnya peran laser dalam alat thermo gun, yaitu membantu operator menentukan titik pusat pengukuran. Namun alat thermo gun dengan laser hanya ditemui untuk keperluan pengukuran temperatur di industri, bukan untuk medis,” tulis laporan tersebut.
Follow Berita Okezone di Google News