BEBERAPA waktu lalu, pemerintah sempat berwacana untuk membuka kembali sekolah pada tahun ajaran baru Juli 2020. Namun sementara waktu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, memutuskan akan membuka sekolah didasarkan pada pertimbangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Hal ini tentu menimbulkan dilema bagi para orangtua murid. Di satu sisi, orangtua khawatir karena melepas anak-anaknya jika kembali bersekolah di tengah pandemi corona. Tapi di sisi lain, orangtua stres menghadapi anak-anak di rumah karena sudah mulai jenuh.
Baca Juga: 5 Aturan Ketat Protokol Kesehatan di Area Sekolah
Situasi di atas, akhirnya membuat mungkin sebagian orang tua mulai menimbang-nimbang untuk memilih homeschooling. Sehingga anak bisa sekolah dengan tenaga pengajar professional di bidangnya, tapi sekaligus tetap aman berada di rumah.
Well, tentang homeschooling nyatanya bukan hanya sekedar soal biaya. Dari kacamata psikolog, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum benar-benar membuat sekolah anak jadi sistem homeschooling.
Follow Berita Okezone di Google News
Hal pertama yang harus disadari orang tua sebelum menimbang soal homeschooling adalah kesempatan interaksi yang akan didapatkan oleh anak. Dikatakan oleh psikolog, Zarra Dwi Monica, MPsi, dengan homeschooling orang tua harus memikirkan bahwa interaksi yang akan didapat anak jadi terbatas.
“Orangtua perlu menyadari bahwa ada beberapa hal penting yang terbatasi bila homeschooling. Salah satunya kesempatan untuk berinterksi dengan anak yang usianya sebaya, anak kan belajar berelasi dari orang di sekitarnya. Pas homeschooling jadi terbatas nih cuma ketemu orangtua dan keluarga lainnya, ini yang perlu disiasati sebisa mungkin,” jelas Zarra, kala dihubungi Okezone belum lama ini.
Baca Juga: Sekolah Akan Dimulai di New Normal, Orangtua: Memang Anak SD Paham Physical Distancing?
Interaksi dengan teman-teman sekolah, anak-anak berusia sebaya ini disebutkan jadi salah satu elemen penting dalam perkembangan anak. Maka dari itu, meski anak homeschooling nantinya orang tua tetap harus cari cara supaya anak bisa tetap berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Misalnya, anak tetap diikutkan les tertentu yang sifatnya menggantikan ekstrakulikuler.
“Dicarikan cara anak bisa tetap interaksi dengan teman seusia sebaya. Misalnya video call, atau saat situasinya sudah oke dan memungkinkan bisa ikut kursus atau les. Jadi anak punya wadah pengembangan diri lainnya dan dapat kesempatan ketemu teman seusia,” tambahnya.
Zarra menegaskan, para orangtua tidak boleh lengah dan terlena melepas anak hanya karena merasa anak sudah homeschooling dan ditangani oleh pengajar profesional. Meski tetap sekolah di rumah, orang tua tidak boleh sibuk sendiri dan cuek terhadap perkembangan pendidikan anak.
Baca Juga: PSBB Akan Dibuka, Tak Perlu Ajak Balita Pergi kecuali Sakit
“Homeschooling saat pandemi gini kan berarti anak akan menghambiskan waktunya hampir selalu di rumah. Orangtua, perlu pastiin apa yang didapat di sekolah formal tetap didapat di homeschooling meski caranya beda. Selain itu, orang tua perlu mewadahi sarana diskusi saat anak butuh. Jangan nanti sudah homeschooling, orang tua sibuk sendiri jadinya anak tidak punya kesempatan melatih keterampilan komunikasi karena enggak ada lawan bicara,” tegas Zarra.
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Follow