Sekarang kita berusaha agar dimensi mistik malam qadar bisa dihadirkan dalam bentuk yang lebih sederhana. Bagaimana caranya? Malam-malam sisa Ramadhan tahun ini harus dimaksimalkan untuk mentadabburi ayat-ayat Allah, baik ayat qauliyah yang tertulis dalam Alquran ataupun ayat kauniyah yang terbentang di sekeliling kita.
Ada orang yang fasih membaca ayat qauliyah dan gagap membaca ayat kauniyah. Ada juga sebaliknya, mahir membaca ayat kauniyah tetapi terbata-bata membaca firman-firman qauliyah. Padahal kedua ayat Tuhan ini harus dibaca dengan keseimbangan tanpa mengabaikan salah satunya.
(Baca Juga : Tata Cara Sholat Tahajud untuk Menyambut Malam Lailatul Qadar)
Tadabbur dalam bahasa keseharian kita adalah perenungan mendalam. Dalam perenungan mendalam kita akan mampu menghadirkan pancaran sinar Tuhan. Pancaran cahaya Tuhan mampu menjadi momentum transformasi spritual individu.
Saya memaknai malam qadar sebagai malam transformasi kesadaran individual. Sekelompok orang tidak akan mampu mendapatkannya secara kolektif walau membuat ritus peribadatannya secara berjemaah. Individu yang sudah mengalami transformasi spritual itu pada akhirnya mampu menularkannya kepada lingkungan sekitarnya.
(Baca Juga : Mbah Moen: Kebangkitan Islam akan Datang dari Negara Penghasil Biji-bijian)
Bias dari penemuan malam qadar adalah kedamaian yang mendatangkan kebaikan. Bukan kata damai yang digunakan untuk lari dari masalah seperti ungkapan, ‘mari kita berdamai dengan Covid-19’.
Maka, temukanlah malam lailatul qadar dalam perenungan hakiki kalau kita tak kunjung juga berhasil memburu malam qadar yang sebenarnya. Mudah-mudahan kita naik level menjadi manusia rohani yang senantiasa masuk ke alam qurbah, mendekatkan diri pada Sang Maha Pengasih. Wallahu ‘a’lam.
Oleh : Aidil Aulya
Dosen UIN Imam Bonjol Padang
Follow Berita Okezone di Google News
(ful)