Kalimat syahadat sebagai ikrar ketauhidan juga bisa dipandang sebagai ikrar pembebasan. Pembebasan manusia dari segala macam ketakutan, kegelisahan, kesedihan, dan segala macam masalah kehidupan.
Di masa pandemi seperti ini, penyegaran reflektif terhadap pemaknaan tauhid jelas dibutuhkan. Tauhid bisa dijadikan sebagai sumber energi untuk terus memupuk rasa optimisme. Kemurnian tauhid tidak bisa dirusak dengan hanya percaya pada kekuasaan orang lain lalu mengabaikan kekuasaan Allah. Kekuasaan manusia itu seringkali membawa kekecewaan. Maka jangan terlalu berharap.
Fase-fase akhir Ramadan merupakan salah satu kesempatan untuk membuat perenungan mendalam. Sudah sampai pada tahap mana cara bertauhid kita, masih tataran teoritis atau sudah menuju tahapan praksis.
(Baca Juga : Cerita Pengalaman Spiritual Olivia Zalianty di Tanah Suci)
Jawaban dari pertanyaan itu tidak membutuhkan narasi atau susunan aksara. Pertanyaan itu hanya bisa dijawab dengan sikap dan prilaku. Makanya, seringkali Ramadan disebut sebagai bulan pendidikan. Ramadan dengan segala ritus peribadatannya bertujuan untuk mendidik karakter manusia agar kembali mengingat kekuatan fitrah tauhidnya.
Dalam konteks inilah baru kita bisa mengucapkan “minal ‘aidin wal faizin” di awal syawal nanti. Ucapan yang hanya pantas diucapkan oleh orang-orang yang kembali pada fitrah tauhid kemanusiaannya dan mendapatkan kemenangan yang tidak bisa dihitung dengan kalkulasi materi. Wallahu a’lam.
Aidil Aulya
Penulis adalah Dosen Fakultas Syariah UIN Imam Bonjol Padang, Tim kaderisasi nasional PB PMII 2014-2017
Follow Berita Okezone di Google News
(ful)