Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan pandemi virus corona semakin memperdalam ketidaksetaraan yang sudah ada sebelumnya, mengekspos kerentanan sosial, politik dan sistem ekonomi. Pada akhirnya kondisi ini akan memperburuk dampak pandemi.
“Ketika pandemi COVID-19 memperdalam tekanan ekonomi dan sosial ditambah dengan pembatasan pergerakan dan isolasi sosial, kekerasan berbasis gender meningkat secara eksponensial. Banyak perempuan terpaksa 'terisolasi' di rumah dengan pelaku kekerasan dan pada saat yang sama,” terang Guterres.
Di Indonesia, selama pandemi COVID-19, pendampingan terhadap korban kekerasan terus dilakukan oleh Komnas Perempuan secara online. Laporan kekerasan terhadap perempuan akan ditindaklanjuti berdasarkan kebutuhan korban. “Jika terkait dengan penanganan kasus litigasi, Komnas Perempuan akan memberi rujukan ke LBH APIK dan jika korban membutuhkan pemulihan psikologis maka akan dirujuk ke Yayasan Pulih,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi.
(Baca Juga: Humor Gus Dur, Digoda Hantu Istana)
Siti Aminah juga meminta pemerintah untuk tetap memastikan akses layanan inklusif dalam pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan. Penyebaran informasi berperspektif gender juga diperlukan untuk memastikan adanya pembagian kerja setara antara laki-laki dan perempuan di ranah domestik, khususnya selama masa pembatasan sosial.
Kepala Pusat Riset Gender SKSG Universitas Indonesia, Iklilah Muzayyanah mengungkapkan, bahwa bencana pandemi COVID-19 menjadi salah satu pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
“Dampak pandemi terhadap perekonomian, seperti terjadinya pemutusan hubungan kerja atau pemotongan upah kerap kali menjadi pemicu awal terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,” ungkapnya.
Iklilah menyebut akar permasalahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah relasi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan di ranah pribadi maupun publik. “Cara pandang seperti ini akan menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja jika ada pemicunya. Hari ini, COVID-19 adalah pemicunya,” lanjut Iklilah.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Destri Handayani menyatakan, bahwa saat ini KPPPA telah menggagas sebuah program untuk mengantisipasi meningkatnya kasus KDRT pada masa pandemi COVID-19.
(Baca Juga : Imbas Virus Corona, Angka Perceraian di China Melonjak Tinggi)
Program ini mempunyai 10 aksi dan diberi nama Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita atau Gerakan Berjarak. Program ini dibentuk untuk memastikan perempuan dan anak tetap aman serta melakukan proses rehabilitasi apabila diperlukan.
“Program ini diimplementasikan langsung di tingkat desa, dengan adanya relawan gugus tugas COVID-19 mulai dari tingkat desa sampai ke pusat. KPPPA juga mengupayakan agar Rumah Aman dapat dibuka kembali dan mendorong adanya pengarusutamaan gender dalam penanganan COVID-19,” ucap Destri.
Menurutnya, koordinasi dan kebijakan yang terintegrasi adalah tuntutan yang harus dipenuhi dalam situasi krisis seperti ini. Para peserta juga bisa memberi masukan kepada pemerintah menyoal program Gerakan Berjarak.
Salah satu peserta bernama Muhamad Firdaus, menyarankan KPPPA untuk mengintegrasikan protokol relawan desa yang disusun oleh Kementrian Desa dengan Gerakan Berjarak. Ia menambahkan affirmative action juga diperlukan untuk memastikan adanya kesetaraan gender terutama dalam gugus tugas level desa.
Peserta lain yang bernama Regina Kalosa menyarankan KPPPA untuk memberikan perhatian lebih kepada perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas sebagai kelompok rentan supaya program Gerakan Berjarak lebih inklusif.
Follow Berita Okezone di Google News
(ful)