Share
Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru dari Okezone

Relaksasi Ekspor Mineral, Begini Catatan Pengusaha

Advenia Elisabeth, Jurnalis · Senin 19 Juni 2023 14:58 WIB
https: img.okezone.com content 2023 06 19 620 2833395 relaksasi-ekspor-mineral-begini-catatan-pengusaha-ETdwx8gA9w.jpg Batu bara. (Foto: IATA)
A A A

JAKARTA - Pemerintah resmi memberikan relaksasi ekspor mineral logam untuk komoditas tembaga, besi, timbal, atau seng sampai dengan 31 Mei 2024.

Relaksasi itu diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Kelanjutan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri yang diundangkan pada 9 Juni 2023.

 BACA JUGA:

Kendati demikian, menurut Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) kebijakan tersebut perlu dievaluasi kembali.

Sebab, mereka merasa, selama ini relaksasi diberikan tapi tidak ada dampak nyata untuk kemajuan hilirisasi mineral.

Ketua Umum Aspebindo, Anggawira menyampaikan relaksasi ekspor harusnya bukan peraturan yang berdiri sendiri namun disertai pengawasan ketat.

 BACA JUGA:

“Sektor mineral ini produknya berbeda dan tantangannya juga berbeda, apakah akan lebih baik jika ada aturan perkomoditas supaya kita bisa memfollow up komoditas yang direlaksasi. Selama ini relaksasi diberikan tapi tidak ada dampak nyata untuk kemajuan hilirisasi mineral yang menjadi misi pemerintah,” ujar Anggawira dalam keterangannya, Senin (19/6/2023).

 

Follow Berita Okezone di Google News

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugoro mengapresiasi kebijakan hilirisasi mineral yang sudah diterapkan oleh Presiden Jokowi, untuk itu menurutnya tidak boleh ada alasan untuk menunda hilirisasi mineral yang telah didorong pemerintah.

“Kebijakan ini adalah kebijakan yang positif, karena dampaknya ini bisa sepuluh kali lipat, begitu kebijakan hilirisasi ini yaitu diantaranya pelarangan ekspor mineral dan membangun industri smelter di dalam negeri. Untuk itu pemerintah harusnya konsisten dan memberikan sanksi yang tegas,” ujar Fathul.

Berkaca dari sudut pandangan hukum, Irine Handika sebagai Tim Bagian Hukum Energi Pusat Studi Energi UGM, memandang bahwa relaksasi ekspor mineral ini harus di-follow up.

Dia menyoroti perlu adanya bridging policy, regulasi yang mengatur khusus masing-masing kelompok mineral.

“Kami mengusulkan adanya bridging policy yaitu kebijakan dibawah UU yang mudah untuk dieksekusi yaitu melalui R-Perpres. Di awali dengan mengidentifikasi mineral-mineral yang berperan penting dalam hilirisasi dan mengelompokkan dalam sebuah platform mineral kritis dan strategis,” ujar Irine.

Irine juga menyoroti kedudukan hukum dari relaksasi ini karena seharusnya tata kelola undang-undang peraturan pemerintah tidak boleh menimbulkan norma baru.

“Saya mengajak kita semua memikirkan, apakah kita mau terus merelaksasi ekspor ini dengan permen tadi ya. Kalau kita lihat yang namanya permen itu hanya boleh mengatur norma yang bersifat teknis adminstratif dan ada batasan tata undang-undang yaitu permen tidak boleh menimbulkan norma baru artinya apakah sudah tepat pilihan kita untuk mengatur sebuah permen menjadi permen yang sangat powerfull, seperti yang saat ini sudah beberapa kali dilakukan,” tutur Irine.

Fathul menambahkan bahwa pemerintah perlu secara cermat memperhatikan kebijakan relaksasi ekspor mineral ini agar tidak kembali terulang kebijakan relaksasi yang tidak konsisten dengan semangat hilirisasi pemerintah.

“Kami dari Aspebindo meminta pemerintah untuk meninjau dan memperhatikan kebijakan relaksasi ekspor mineral yang sudah disampaikan yaitu Permen ESDM No. 7 Th. 2023, karena perlu mempertimbangkan arah dan kebijakan yang sudah ditentukan oleh Bapak Presiden. Dari sisi level peraturannya ditetapkan oleh Permen ESDM apakah setara dengan apa yang sudah diamanatkan oleh Undang-Udang No. 3 Th. 2020,” tutupnya.

1
2
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini