JAKARTA - Mantan narapidana diputuskan harus menunggu lima tahun dari kebebasannya untuk bisa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Selain itu, mantan narapidana wajib mengumumkan secara transparan soal statusnya tersebut ke publik.
Hal tersebut merupakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang uji materiil undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang diajukan oleh Leonardo Siahaan.
MK berpendapat terhadap ketentuan norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU tersebut perlu dilakukan dilakukan penyelarasan dengan memberlakukan pula untuk menunggu jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani hukumannya.
Selanjutnya, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan adanya kejujuran atau keterbukaan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana sebagai syarat calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, di samping syarat lain yang juga ditambahkan sebagaimana pemaknaan konstitusional secara bersyarat yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016.
Dikutip dalam pertimbangan hukum putusan-putusan sebelumnya, masa tunggu 5 tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang dipandang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya bagi calon legislatif.
"Demikian halnya persyaratan adanya keharusan menjelaskan secara terbuka kepada publik tentang jati dirinya dan tidak menutupi latar belakang kehidupannya adalah dalam rangka memberikan bahan pertimbangan bagi calon pemilih dalam menilai atau menentukan pilihannya," tulis MK dalam putusan nomor 87/PUU-XX/2022 yang dilansir Senin, (5/11/2022)
MK berpendapat hal ini sejalan dengan keputusannya yang melarang mantan terpidana kasus korupsi setelah 5 tahun keluar dari penjara maju mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Lembaga ini mengungkapkan pengumuman soal jati calon legislatif mantan narapidana ini bertujuan agar pemilih dapat secara kritis menilai calon yang akan dipilihnya
sebagai pilihan baik yang memiliki kekurangan maupun kelebihan untuk diketahui oleh masyarakat umum (notoir feiten).
"Demi melindungi kepentingan yang lebih besar, yaitu dalam hal ini kepentingan masyarakat akan pemimpin yang bersih, berintegritas, dan mampu memberi pelayanan publik yang baik serta menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat yang dipimpinnya, Mahkamah tidak menemukan jalan lain kecuali memberlakukan syarat kumulatif sebagaimana tertuang dalam pertimbangan hukum putusan-putusan Mahkamah Konstitusi," jelas MK.
Follow Berita Okezone di Google News