JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta lebih hati-hati dan teliti dalam mengambil keputusan terkait kebijakan pemotongan biaya sewa aplikasi ojek online (ojol).
Menurut Ekonom Universitas Airlangga Rumayya Batubara pemotongan biaya sewa aplikas memiliki dampak luas, mulai dari sisi perusahaan aplikator, mitra driver, dan ekosistem ojol secara keseluruhan. Sebab sebagian dari biaya sewa aplikasi itu, kemudian dikembalikan lagi ke para driver, antara lain dalam bentuk promo.
"Akan lebih ideal, perusahaan aplikator justru diberikan keleluasaan untuk menentukan berapa biaya sewa aplikasinya," kata Rumayya, yang juga peneliti di Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (6/10/2022).
BACA JUGA: BLT Ojol Cair Bulan Oktober 2022, Simak Informasi soal Data Penerimanya
Bahkan, tak kalah penting, pemerintah juga sebelum mengambil keputusan, dapat lebih luas mempertimbangkan banyak sisi, seperti apakah penetapan biaya sewa aplikasi itu akan berdampak pada kesehatan keuangan aplikator.
Hal lain yang disorot, Rumayya menyampaikan bahwa, dalam jangka panjang pemotongan biaya sewa aplikasi juga akan berdampak pada berkurangnya insentif mitra pengemudi.
Dia khawatir, jika kemudian tarif sewa dipangkas, akan berdampak semakin berkurangnya program marketing untuk konsumen, yang ujungnya akan menurunkan minat konsumen pada layanan aplikator dan merugikan ekosistem.
"Pendapatan mitra driver bukan cuma dari tarif, tapi juga dari komponen-komponen seperti insentif. Biaya pemasaran digunakan untuk meningkatkan permintaan pasar. Nah, semua itu kan butuh biaya untuk pengelolaan aplikasinya,” katanya.
Karena itu, saat biaya sewa aplikasi dipangkas, aplikator harus mengambil jalan lain untuk menutup biaya pengelolaan aplikasi. Selain itu, aplikator juga berpotensi menaikkan tarif ojol di luar tarif yang telah ditetapkan Kemenhub.
Follow Berita Okezone di Google News