JAKARTA – Industri kelapa sawit memiliki berkontribusi terhadap perekonomian nasional yang cukup besar. Sayangnya, belum banyak generasi milenial yang memahami komoditas sawit ini.
Terungkap bahwa generasi milenial masih beranggapan bahwa panen sawit harus dilakukan dengan menebang pohon sehingga merusak hutan atau menjadi penyebab deforestasi.
“Indonesia penghasil sawit terbesar di seluruh dunia. Ini yang harus dikampanyekan Pemerintah. Generasi muda di kota masih berpikir bahwa sawit itu ditebang pohonnya lalu diambil minyaknya,” ujar Ketua Umum Asosiasi Sawitku Masa Depanku Tolen Ketaren, Jumat (3/12/2021).
Baca Juga: Hilirisasi Sawit, Sri Mulyani: Devisa Lebih Besar untuk Kesejahteraan Indonesia
Tolen mengatakan, pemahaman ini ditemukan di generasi milenial dari perkotaan yang tidak pernah melihat lahan perkebunan sawit secara langsung. Generasi muda yang hidup di provinsi atau wilayah yang menjadi sentral perkebunan kelapa sawit tidak akan mudah terpengaruh dengan kampanye negatif sawit. Sebab, mereka telah mengetahui manfaat perkebunan sawit bagi masyarakat sekitar.
Dia menyebutkan, di bidang kelapa sawit penduduk yang ada di sekitar perkebunan tidak perlu menjual lahannya. Bahkan dengan kepemilikan lahan satu atau dua hektar saja, masyarakat sudah dapat menjadi petani kelapa sawit dan hasil panennya sudah ada yang menampung. Selain itu, juga terjadi transfer teknologi dari perusahaan sawit dalam prosesnya. Misalnya dari sisi bibit, pemeliharaan tanaman dan pemupukan.
Baca Juga: Lepas 40% Saham, NSS Incar Dana IPO Rp2 Triliun
Kawasan perkebunan kelapa sawit berbeda dengan kawasan pertambangan emas. Di lahan pertambangan emas, masyarakat biasanya dilarang ikut menambang. Padahal, sebenarnya masyarakat sudah terlebih dahulu menambang emas di kawasan tersebut jauh sebelum perusahaan besar datang. Namun penduduk setempat harus menghentikan kegiatannya dan akan dianggap sebagai penambang ilegal.
“Contoh lain, masyarakat yang berada di sekitar pabrik kertas. Meski ada lahan satu atau dua hektar , tidak akan bisa dimanfaatkan untuk menanam pohon akasia untuk bahan baku bubur kertas karena masa panen panjang, sehingga tidak akan bisa diandalkan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar,” ujar Tolen.
Follow Berita Okezone di Google News