KEMERDEKAAN Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 atau 75 tahun lalu. Tanggal dan momentum bersejarah ini terus diingat serta diperingati setiap tahun. Bangsa Indonesia diajak terus menumbuhkan dan memupuk sikap nasionalisme atau cinta kepada negara.
Perjuangan kemerdekaan Indonesia tak lepas dari peran kalangan agamawan termasuk ulama. Ada sederet ulama yang sudah diakui sebagai pahlawan nasional, tapi lainnya juga belum resmi dapat pengakuan dari negara, meski perannya sangat besar dalam melawan penjajah.
Sikap nasionalisme cinta tanah air yang ditunjukkan dan sudah diberikan orang-orang terdahulu dalam memerdekakan negeri ini dari cengkeraman penjajah diharapkan mengalir kepada anak dan cucunya atau generasi sekarang.
Baca juga: Apakah Bulan Sabit dan Bintang Simbol Islam?
Dalam kaca mata Islam, nasionalisme dipandang sebagai wujud keimanan. Wacana ini juga senada dengan apa yang disampaikan Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, “Cinta tanah air sebagian dari iman.”
Mengutip dari artikel di laman resmi Pondok Pesantren Lirboyo, Minggu (16/8/2020), dijelaskan bahwa meskipun penggalan kalimat singkat tersebut bukan termasuk hadis, namun secara esensial tidak jauh beda dengan hadis Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang ungkapan kecintaannya terhadap Kota Madinah.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari, volume III halaman 23 disebutkan:
كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ المَدِينَةِ، أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا
Artinya: “Ketika Rasulullah Saw pulang dari bepergian dan melihat dinding kota madinah, beliau mempercepat laju ontanya. Dan bila mengendarai tunggangan (seperti kuda), maka beliau menggerak-gerakkan karena cintanya kepada madinah” (HR. al-Bukhari)
Substansi kandungan hadis tersebut dikemukakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqolani. Ia menegaskan bahwa “Dalam hadis itu terdapat petunjuk atas keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencintai tanah air serta merindukannya”. (Fath al-Bari, III/705)
Dalam penerapannya, semangat nasionalisme dan bela negara mampu menciptakan dialog kehidupan yang rukun dan damai. Bahkan sangat diperlukan untuk memperkuat sendi-sendi kenegaraan dari berbagai paham radikalisme, ekstremisme, dan semacamnya yang merongrong kebhinnekaan bangsa ini. Sahabat Umar Ra mengatakan:
لَوْلَا حُبُّ الْوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوْءِ فَبِحُبِّ الْأَوْطَانِ عُمِرَتِ الْبُلْدَانِ
“Seandainya tidak ada cinta tanah air, niscaya akan semakin hancur negeri yang terpuruk. Maka dengan cinta tanah air, negeri-negeri termakmurkan.” (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz 1 hal 17, cet. Al-Haromain)
Baca juga: Begini Proses Turunnya Alquran hingga Sampai ke Kita
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa Islam sebagai ajaran tidak hanya terbatas pada dimensi doktrinal keagamaan. Namun cakupan Islam yang sebenarnya lebih luas, yakni membangun peradaban masyarakat dengan prinsip kemaslahatan, termasuk menjadikannya sebagai upaya untuk mengobarkan semangat kemerdekaan bangsa Indonesia.
Follow Berita Okezone di Google News
(sal)