JAKARTA - Sejumlah elemen buruh menolak mekanisme perjanjian kerja yang tercantum di Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Pasalnya, dalam regulasi itu tak mengatur berapa lama seorang pekerja menyandang status pegawai kontrak.
Dalam dokumen UU Ciptaker yang diterima Okezone, perjanjian kerja seorang buruh diatur di dalam BAB IV tentang Ketenagakerjaan pasal 61. Beleid itu terdapat 5 ayat yang menjelaskan mekanisme perjanjian kerja pegawai dengan status kontrak.
Baca Juga: UU Ciptaker Disahkan, Begini Nasib Buruh Berstatus Kontrak
Berikut isi Pasal 61 dalam UU Ciptaker :
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. pekerja/buruh meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. selesainya suatu pekerjaan tertentu;
d. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
e. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
Baca Juga: Surat Cinta Cipta Kerja Menaker untuk Buruh: Hati Saya Bersama Kalian
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
(4) Dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Follow Berita Okezone di Google News
(fbn)