JAKARTA - Rapid test menjadi beban baru pada masyarakat, karena hasil tes Covid-19 ini menjadi salah satu syarat bagi yang mau berpergian ke luar kota. Besarnya biaya rapid test pun menjadi sorotan karena dinilai menjadi ladang bisnis yang bisa dikomersialisasi.
Apalagi, melihat besarnya dana penanganan corona yang telah digelontorkan pemerintah dari Rp405,1 triliun naik menjadi RpRp695,1 triliun. Karena itu, pemerintah harus mengevaluasi pelaksanaan rapid test, termasuk adanya kecenderungan komersialisasi rapid test.
Baca Juga: Kacau! Biaya Rapid Test Lebih Mahal dari Tiket Bus
Sejumlah kalangan DPR merespons adanya komersialisasi rapid test tersebut. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Irwan, misalnya,mendesak pemerintah mengatur pelaksanaan rapid test. Bahkan dia meminta pemerintah menggratiskan rapid test dan swab test untuk masyarakat. Apalagi anggaran penanganan korona begitu besar.
Menurut dia, pembiayaan rapid test secara mandiri oleh masyarakat ini menambah beban dan derita masyarakat. Jika tidak memungkinkan penggratisan, pemerintah hendaknya melakukan pengawasan sehingga biaya rapid test bisa terjangkau.
Baca Juga: Adaptasi Kebiasaan Baru di Transportasi Umum, Jangan Bicara Selama Perjalanan
“Jangan sampai ini kemudian menjadi komersialisasi oleh pemerintah ataupun pihak yang tidak bertanggung jawab,” desak Irwan, dikutip dari Koran Sindo, Selasa (23/6/2020).
Selain itu, Irwan meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lain benar-benar mengawasi pelaksanaan anggaran penanganan Covid-19 yang sangat besar ini sehingga tepat sasaran dan tidak ada penyelewengan.
Hal senada disampaikan anggota Komisi IX DPR Anwar Hafid. Dia menyesalkan jika rapid test justru menjadi beban baru bagi masyarakat di tengah kehidupan yang semakin sulit akibat pandemi korona.
Follow Berita Okezone di Google News