JAKARTA - Mengarungi situasi Covid-19 memang tidaklah mudah. Banyak persoalan teknis baik yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri. Para menteri bidang ekonomi dan Gubernur Bank Indonesia mati-matian pun dalam menangani Covid-19
Baca Juga: Tangis Bos BI dan Upaya Bangun Kapal seperti Nabi Nuh untuk Tangkal Corona
Terdapat ada dua fenomena terjadi di masa Covid-19 ini. Fenomena itu adalah apa yang dilakukan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menangis melihat kondisi ekonomi dan langkah besar Sri Mulyani yang mengeluarkan Global Bond terbesar dalam sejarah ekonomi Indonesia. Kedua sikap pemangku fiskal dan moneter itu menjadi bagian cerita perjalanan roda ekonomi Tanah Air. Seperti apa kisahnya? berikut ini catatan dua fenomena ekonomi di tengah wabah coronoa, dirangkum Okezone Senin (13/4/2020).
Gebrakan Sejarah Sri Mulyani
Pemerintah Indonesia menerbitkan global bond sebesar USD4,3 miliar dalam 3 bentuk surat berharga global. Penerbitan global bond merupakan strategi pembiayaan APBN 2020 untuk menopang pembiayaan situasi Covid-19
Baca Juga: Surat Utang Terbesar Sepanjang Sejarah dengan Tenor 50 Tahun, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penerbitan ketiga seri Surat Berharga Negara (SBN) tersebut adalah penerbitan terbesar di dalam sejarah penerbitan US Dollar Bond oleh Pemerintah Republik Indonesia.
"Penerbitan USD bonds ini untuk menjaga pembiayaan aman sekaligus menambah cadangan devisa bagi Bank Indonesia. Pemanfaatan dari penerbitan ini sangat positif di tengah turbulensi pasar keuangan global," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, pada 8 April 2020.
Penerbitan global bond ini dilakukan secara elektronik tanpa ada pertemuan fisik karena semua melakukannya dalam kondisi work from home (WFH) termasuk roadshow-nya.
Follow Berita Okezone di Google News
Sekadar informasi, global bond sebesar USD4,3 miliar dalam 3 bentuk surat berharga global yaitu:
1. SBN seri RI1030, RI 1050, dan RI0470.
Seri RI1030 memiliki tenor 10,5 tahun yang jatuh tempo pada 15 Oktober 2030 diterbitkan sebesar USD1,65 miliar dengan yield global sebesar 3,9%.
2. Seri RI1050 dengan tenor 30,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2050. Nominal yang diterbitkan juga USD1,65 miliar dengan yield 4,25%.
3. SBN RI0470 dengan tenor 50 tahun, jatuh tempo 15 April tahun 2070 sebesar UDD1 miliar dengan tingkat yield 4,5%. Seri ini merupakan global bond pertama yang diterbitkan dengan tenor 50 tahun.
Tangis sang Gubernur BI saat Telekonferensi
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi perekonomian akibat virus corona. Perry mengaku selalu menangis setiap malam jika melihat kondisi perekonomian yang mulai "terinfeksi" virus corona.
Walhasil, ketika ditanyakan sejumlah anggota Komisi XI DPR RI, Perry pun menumpahkan emosinya. Peristiwa itu terjadi saat Perry ditanyai soal skenario yang disiapkan oleh BI dan pemerintah dalam menangani virus corona agar ekonomi tak terganggu, apalagi puncak virus Corona ini akan terjadi pada Mei 2020 dan dampaknya akan berlangsung hingga Desember 2020.
Menurut Perry, masalah virus Corona ini sangat kompleks. Karena tidak ada satupun yang mengetahui kapan pandemi virus corona ini akan berakhir.
"Saya dan teman-teman di BI setiap malam itu nangis. Ini (virus corona) isu yang sangat kompleks. Kita harus berikhtiar semaksimal mungkin," ujarnya dalam rapat virtual dengan Komisi XI, Rabu 8 April 2020.
Menurut Perry, apa yang terjadi pada ekonomi akibat virus corona ini diibaratkan seperti bencana banjir pada zaman nabi Nuh. Hal ini mengharuskan pemerintah membuat kapal yang sangat besar agar aman dari terjangan pandemi corona.
"Seperti kisah Nabi Nuh, yang menghitung risiko, kami juga ukur risiko waktu itu, oke misalnya skenario moderat itu kalau banjirnya sampai atap rumah. Kita juga ukur kalau banjirnya sampai gedung itu skenario berat. Sampai kalau wabahnya kemudian sampai gunung. Itu sangat berat yang tempo hari kita diskusikan," jelasnya.
Oleh karena itu lanjut Perry, pihaknya memperkuat koordinasi secara intensif dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menyiapkan berbagai rencana penyelamatan ekonomi dari virus corona. Bersama ketiga lembaga lain, pihaknya tengah menyusun semua aturan tekni yang menjadi turunan dari Peraturan Pengganti Undang-Undang (Peppu) nomor 1 tahun 2020.
Menurut Perry, lerhitungan skenario menggunakan beragam data, salah satunya data perkembangan kasus dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Selain itu, skenario yang disiapkan juga menghitung lamanya durasi penyebaran virus. Bila durasi berlangsung hingga Juni dikategorikan sebagai skenario berat, bila berlangsung hingga September dikategorikan sebagai skenario sangat berat
"Kami secara intensi maraton berkoordinasi penuh dengan pemerintah (Kemenkeu), dengan OJK, dan LPS. Pada minggu terakhir maret setelah kasus positif naik terus. Kami melihat assement bagaimana menanganinya," jelasnya.
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Follow